
Judul buku : Arus Balik - sebuah novel sejarah
Penulis : Pramoedya Ananta Toer
Penerbit : Hasta Mitra
Tempat dan tahun terbit : Jakarta, 2002
ISBN : 979-8659-04-X
Halaman : 760
Harga : - (meminjam diperpus)
Pram memang selalu apik menulis
sejarah dengan sangat dramatis dan terasa dekat dengan sisi kemanusiaan kita.
Entah karena apa yang diceritakan Pram adalah tentang sejarah kita
sendiri. Segala peristiwa dalam
ceritanya rasanya selalu berhubungan dengan kita saat ini. Dalam buku yang
cukup tebal, Pram membaginya menjadi 45 bab. Novel karangan Pram ini bercertia tentang kemerosotan
peradaban nusantara abad 15-16, sehingga yang tinggal hanya cerita dan cetbang
sisa kejayaan masa lampau. Kisah-kisah kejayaan Majapahit yang didengungkan
setiap pembicara, bahwa zaman sebelum keruntuhan Majapahit pernah berhasil
menyatukan Nusantara. Bala tantara, senjata, dan armada lautnya termashyur
dizamannya.
Dalam zaman kemerosotan, arus
berbalik. Dahulu arus datang dari Selatan menuju Utara, sekarang Utara
menguasai Selatan hingga ke urat nadinya. Utara yang diwakili oleh Portugis
dengan meriam dan musketnya menggagahi Selatan. Nusantara tidak lagi bersatu,
ia terpecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang saling bertikai akibat perang
Paregreg. Begitulah awal zaman kemerosotan dimulai. Kesatuan runtuh
meninggalkan bongkahan-bongkahan kecil yang siap diterpa gelombang besar.
Wiranggaleng seorang juru gulat
dari desa, dan kekasihnya Idayu seorang penari merupakan awal dari cerita perjalanan
panjang. Idayu yang lazimnya diprediksi menjadi gundik dari Adipati Tuban,
digambarkan melawan kodrat itu. Idayu memilih Wiranggaleng sebagai suaminya,
kejadian luar biasa yang direstui oleh Adipati karena melihat tradisi Majapahit
terdahulu. Pram menggambarkan bahwa romantisme dizaman itu pun ada,
Wiranggaleng dan Idayu mengikatkan diri seumur hidup atas nama cinta. Tak ada
yang bisa menentang itu, bahkan Adipati sekalipun!
Pram menyajikan kisah
pemberontakan oleh seorang beragama Islam bernama Rangga Iskak -bekas
Syahbandar Tuban. Jabatan itu diambil alih oleh mantan pengkhianat di bandar
Malaka, yaitu Tholib Sungkar Az-zubaid sorang Moro kelahiran Ispanya. Tholib Sungkar Az-zubaid merupakan mata-mata Portugis untuk menaklukkan kerajaan-kerajaan di Nusantara.
Wiranggaleng seorang anak desa yang berkembang menjadi Kepala Pasukan Laut yang
kemudian menjadi Patih. Adipati yang tidak berpendirian pada akhirnya kalah
oleh pendiriannya. Wiranggaleng ternyata sadar arus dari Utara tidak bisa
bendung, ia bukan Gajah Mada, tak ada kebesaran itu padanya. Trenggono bukan
Adipati Unus yang memahami Peranggilah sesungguhnya musuh kita, Trenggono
justru sibuk menaklukkan seluruh Jawa. Menurut saya, Arus bukan hanya datang
dari Utara tetapi dari Selatan itu sendiri.
Saya tidak pernah membaca novel
sejarah yang cenderung lampau. Jika ingin dibandingkan dengan Tetralogi Buru
karya Pram lainnya yang pernah saya baca, novel ini pun punya tempat yang
berbeda. Tidak ada kekurangan yang bisa saya paparkan dalam novel ini, dan
segala kelebihannya membuat saya merekomendasikan siapapun untuk membacanya.
0 Komentar